Postingan

Merayakan Kehilangan

Hal yang baru saja kusadari selama aku hidup adalah, segala hal tidak akan pernah ada selamanya bersama kita, baik yang hidup maupun yang tidak. Mereka akan pergi suatu waktu, ada yang kembali dan ada yang tidak pernah kembali. Apapun yang hilang dari kita, rasanya sama. Kita merasakan sakit hati, pedih, sesak hingga tak terkatakan perasaan itu seperti apa. Setahun belakangan ini, aku merasakan begitu banyak kehilangan. Entah kehilangan apapun itu, namun aku banyak merasakan kehilangan. Bahkan semakin waktu, kehilangan yang kurasakan semakin besar. Aku pikir dengan aku belajar dari satu kehilangan, aku akan lebih bisa menjaga dan waspada dikemudian waktu, namun tetap saja aku kecolongan, lagi-lagi aku kehilangan. Entah apa yang Tuhan rencanakan dari kehilangan yang kualami, aku percaya dengan kehilangan aku akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik lagi, digantikan dengan yang lebih baik lagi. Tapi, mengapa aku tetap kehilangan? Mungkin, ini waktunya untuk merayakan kehilangan. Kehilang

Selesai (3420-3422)

Terik mentari menyambut satu hari di bulan april. Saat itu, aku sudah mulai melangkah jauh dari bayanganmu saat terakhir kita bertemu. Kuhirup udara segar pagi itu, sejuk, tenang. Kucoba melangkah lagi, lebih jauh darimu, lebih dan lebih. Bahkan tentangmu pun sudah hamoit tidak ada lagi diingatanku.  Di sore hari yang masih cerah, di hari yang sama, aku duduk, menatap langit sambil menghisap sebatang rokok di sebuah coffee shop. Perlahan kuturunkan pandanganku ke arah jalan, dan aku melihatmu melintas di jalan itu. Ya, kau.  Kau tau? Jantungku mendadak berdetak lebih kencang dari biasanya, tak terkendali. Waktu berjalan seakan lebih lambat. Mengapa? Mengapa harus kulihat lagi wajahmu? Mengapa mata kita saling bertatapan? Tidaak, aku tidak bisa, aku tidak mau lagi. Kau cukup meninggalkan luka yang besar dan kau kembali merobek luka itu lebih besar lagi. Ya, aku tahu, ini bukan kemauanmu, dan bukan kemauanku, entah apa maksud Tuhan mempertemukan kita walau hanya sedetik saja.  Pikiranku

Maret

Maret adalah bulan pertemuan kita. Kamu masih ingat? Pertemuan ini sangat lucu. Entah, disengaja atau tidak, namun pertemuan kita seakan sudah diatur oleh Tuhan. Aku sangat tertarik dengan skenario yang Tuhan berikan atas pertemuan kita. Semua masih ada di kepala, aromamu, lembut bibirmu, dan genggaman tanganmu.  sudah ratusan malam kita lewati berdua. Kita seakan tak ingin saling melepas pelukan kita. Kita saling menatap, saling melempar pujian, dan tak jarang kita saling tersenyum, seolah bersyukur kita saling memiliki. Maret, bulan dimana aku meyakinkan diriku, bahwa aku adalah milikmu. Kaupun begitu, meyakinkan dirimu bahwa kau adalah milikku. Kita adalah syukur yang aku dan kau aminkan. Janji bersamamu pun sudah kita ikat, seakan tak pernah lekang. Tak pernah ada aku dan kau, yang ada hanya kita. Namun, maret pula yang memisahkan. Entah badai apa yang datang. Aku pikir, semua akan baik-baik saja. Aku pikir, kita tidak akan terpisahkan oleh apapun. Kau tau kan, indahnya yang sudah

11/3/22 Satu Hari

Setelah aku berbicara tentang senja, malam dan pagi, aku sadar ternyata mereka semua hanya sementara. Aku hanya menikmati mereka disaat waktunya datang, dan sesaat aku kehilangan. Sama halnya dengan kehadiran mereka, sementara. Saat ini, tak ada tempatku lagi untuk berlabuh. Senja sudah tak semenenangkan dulu, cahayanya semakin redup meskipun masih banyak orang yang mendambanya, ia lebih memilih pergi tenggelam bersama temaram. Malam sudah tak seindah dulu, bintang bintang enggan menampakkan dirinya, bahkan bulanpun tak lagi menjadi temanku bercerita tentangmu. Begitupun dengan Pagi, yang aku pikir akan menjadi tujuan terakhirku. Ternyata kesejukannya tak lagi seerat dulu, perlahan ia menjelma menjadi terik yang menyengat. Semua perlahan pergi dengan menyisakan pahit.  Kembali aku merasakan perihnya mencintai setelah semua yang kucintai perlahan pergi. Kembali hati ini dipaksa mati dan tak mampu mengundang siapapun masuk ke dalamnya. Pagi yang terakhir, yang membekas, dan aku harus sel

20/3/21 Bercumbu dengan Masa Lalu

Sudah lama aku tidak menulis lagi, sepertinya blog ini sudah usang, sejak aku bertemu dengan dia. Dia yang saat ini sedang mengisi hatiku, hehe. Tenang, saat ini aku tidak ingin bercerita tentang dia. Biarkan dia tenang dalam diamnya dan melakukan semua yang dia sukai. Saat ini, aku hanya ingin mengenang masa lalu. Bukan aku tidak move on , tapi ada baiknya sesekali mengenang mereka yang sudah berpartisipasi dalam mengubah hidupmu. Dulu, aku pernah bercerita di blog ini tentang seseorang yang sudah membuat hatiku begitu oatah, ya dia orang pertama yang menyakitiku. Semenjak dia pergi dengan perempuan itu, dia sudah kulupakan. Dia tidak lagi memiliki ruang di hatiku, sedikitpun. Bahkan, dia sudah kuanggap tidak ada lagi di bumi ini. heheh canda bumi (kata anak alay 2021 wkwk). Ya, aku sempat mendengar kabarnya, bahwa dia sudah tak lagi bersama wanita itu, dan wanita itu pergi menikah dengan laki-laki lain. Dalam hatiku, aku sungguh prihatin. kasihan, dia sudah berjuang untuk bersama wan

This is Our Story (3-420)

Baby, here we now I found you with my fault Holding you when you fall asleep And kissing you when you far away Baby, is this love? After that, I can’t live without you I stalking you and always ask you, where you are? I’m sorry if I haunting you But baby  We agreed to be together Even though we’ve hurt many hearts   Even though many lies that we keep   But this our story, just we are #newstory #lastandforever

Selamat Tinggal Malam

Dulu pernah aku bercerita tentang malam yang selalu menemaniku. Hanya malam yang mampu membuatku merasa aman dan nyaman. Namun ternyata, malam itu tidak abadi. Akan ada saatnya malam turut hilang seperti senja yang hanya menyejukkan sesaat. Lebih dari ratusan malam kita lalui, tak banyak yang kita lakukan. Hanya diam, menikmatinya hingga terlelap tidur. Jauh lebih sering aku mendengar degup jantungku dibandingkan mendengarkan suaramu. Dan pada akhirnya aku menyerah dengan keadaan. Perasaan adalah hal yang cukup berharga yang kumiliki. Aku harus menghormatinya, sebagai pembawa suasana di dalam hidupku. Saat ini, ia sedang tidak baik-baik saja. Ia sudah tidak menyukai malam, bahkan ia sangat membencinya. Maafkan aku, bukan aku tega namun perasaanku berkata lain. Bagaimanapun, perasaan tidak pernah berbohong, hanya ia yang mampu jujur dan tulus. Malam ini adalah malam terakhir kita. Terima kasih sudah menjadi malam-malamku selama ini. Terimakasih sudah menjadi gelap disaat aku membu