11/3/22 Satu Hari
Setelah aku berbicara tentang senja, malam dan pagi, aku sadar ternyata mereka semua hanya sementara. Aku hanya menikmati mereka disaat waktunya datang, dan sesaat aku kehilangan. Sama halnya dengan kehadiran mereka, sementara. Saat ini, tak ada tempatku lagi untuk berlabuh. Senja sudah tak semenenangkan dulu, cahayanya semakin redup meskipun masih banyak orang yang mendambanya, ia lebih memilih pergi tenggelam bersama temaram. Malam sudah tak seindah dulu, bintang bintang enggan menampakkan dirinya, bahkan bulanpun tak lagi menjadi temanku bercerita tentangmu. Begitupun dengan Pagi, yang aku pikir akan menjadi tujuan terakhirku. Ternyata kesejukannya tak lagi seerat dulu, perlahan ia menjelma menjadi terik yang menyengat. Semua perlahan pergi dengan menyisakan pahit.
Kembali aku merasakan perihnya mencintai setelah semua yang kucintai perlahan pergi. Kembali hati ini dipaksa mati dan tak mampu mengundang siapapun masuk ke dalamnya. Pagi yang terakhir, yang membekas, dan aku harus selalu menyambutnya setiap hari, meskipun pagiku tak lagi seindah dulu.
Semua harus dimulai lagi dari awal, meskipun halaman sebelumnya tidak memiliki akhir yang indah. Bisa saja, dia akan hadir lagi di halaman berikutnya. Aku percaya, bahwa takdir bisa diubah. Aku percaya, tidak ada yang mustahil. Kau diciptakan sebagai pagi dihidupku, yang akan selalu kusambut dengan senyumku, sambil memandang wajahmu. Maka, kau akan selalu hadir di hidupku, entah sebagai apa, tapi harapku kau akan selamanya menjadi alasanku untuk bangun setiap pagi.
Ode xx
11 November 22 16.30
Komentar
Posting Komentar